Rabu, 28 Agustus 2013

Hanya Untuk Jalan yang tersisa

Dunia sekarang begitu membosankan, seperti sekuel film-film lama yang ceritanya tak pernah habis hingga bintang-bintangnya sakit, mati, dan berganti lagi. Langit seakan dipenuhi dengan gumpalan-gumpalan kapas hitam melayang-layang. Menutupi sinar terang dan indahnya senja. Dunia hanya penuh dengan mata mata melirik tajam, dengan sudut mata picing memuakkan.

Dunia ini, nyaris dipenuhi manusia manusia bermata srigala. Membidik tajam menerkah. Ouh tuhan, dimanakah mata mata indah menatap sayu nan lembut. Menyapa merdu dibalik kipas kipas keabadian. Memeluk hangat dengan sumringah, dan membelai lembut walau saat panas terik hujan petir sekalipun.

Ouh sudahlah, kupanggil realita dinia sekelilingku. Ini seperti terdampar di taman kaktus gurun. Tidak ada perlindungan apapun kecuali dahan dahan kaktus dengan simpanan air yang banyak. Sudah tidak ada yang diharapkan kecuali bangun dan teriakkan semangat. Kuatkan langkah, katakana pantang menyerah hingga bertemu dataran landai dengan beberapa pepohonan rindang.



Sudah tidak saatnya bertanya kenapa pergi dan terdampar di gurun kering menyakitkan ini. Banyak yang lalu lalang memang, tapi jangankan menghampiri, mengangkat langkah dan menolehpun mereka sudah tak mampu. Sudahlah sudahlah…. Perjalanan masih panjang, ayo semangatlah. Jangan perdulikan apapun kecuali jalan panjang terbentang di depan mata. Lupakan semuanya, ihklaskan langkah kemarin untuk orang-orang yang ditemui dijalanan itu. Mudah-mudahan rahmat buat mereka, itu cukup. Sudahlah, jangan menoleh lagi, karena hidup untuk jalan itu, bukan jalan kemarin. Ini jalan yang benar. Jalan yang akan membawa pada kerumunan orang-orang yang saling berpapasan, bergandengan tangan, tersenyum lembut, bernyanyi dan menari indah dengan lantunan musik yang sama. Yang menari dengan suka cita, dan yang bersenda dengan nada nada yang tulus.

Biarkan mereka bertanya dan bertanya. Biarkan suara suara itu menguap hampa terbang jauh melewati langit. Tak ada suara suara yang mengusik, karena seribu tanyapun sudah tidak ada guna. Sejuta pelukan dan sapaan mesra tidak akan merubah apapun. Biarkan mereka mengumpulkan puing puing kertas putih kuning hitam dan membacanya. Karena disanalah jawaban termaktub. Ada banyak kata disana. Derai tawa tangis bahagia lelah sumringah dan hampa semua disana. Biarkan mereka membacanya, menyesal dan menemui tuhannya. Karena yang pergi tak akan pernah kembali.