Peran
Media Dalam Popularitas Jokowi
Indonesia
merupakan negara kepualan yang yang dihuni lebih dari 200 juta penduduk saat
ini. Banyaknya penduduk di negeri ini menyebabkan Indonesia memiliki sumberdaya
manusia yang luar biasa. Tak banyak yang tahu entah berapa banyak sumberdaya
manusia luar biasa di negeri ini, karena banyak yang memilih bekerja di luar
negeri dan banyak pula sumberdaya luar biasa yang tak terdeteksi karena memilih
hidup dan menetap di daerah-daerah atau terbenam dengan masayarakt biasa karena
kekurangan biaya untuk meningkatkan kompetensi diri, kekurangan fasilitas, atau
dibenamkan oleh sistem promosi pegawai/karyawan yang buruk.
Diantara
sekian banyak sumberdaya manusia Indonesia, Jokowi salah satu yang layak
menjadi sorotan saat ini. Siapa yang kenal Jokowi sebelum tahun 2010?. Bagi
warga Solo, Jokowi dikenal sebagai bupati yang memiliki kinerja yang baik.
Bagaimana tidak, bupati yang berperawakan kecil ini kerap mengunjungi
masyarakat untuk mengetahui akar permasalahan yang dihadapi serta cara
penyelesaian masalah yang tepat. Tak heran jika prestasi kerja Jokowi mendapat
apresiasi dari semua pihak baik masayarakat, media, maupun lembaga dunia yang
memberikan penghargaan sebagai salah satu kepala daerah terbaik di dunia.
Prestasi
kerja Jokowi patut diacungi jempol selama memimpin Solo. Namun, siapa yang
kenal Jokowi selain warga kota solo dan sekitarnya sebelum tahun 2010? Hampir
semua mengatakan tidak tau siapa Jokowi. Keadaan ini berbalik setelah Jokowi
mendompleng Karya SMK Solo sebagai pelindung, penasehat, sekaligus orang
pertama yang menggunakan mobil ESEMKA. Semenjak itu media mulai terlibat dalam
kehidupan Jokowi. Hampir setiap hari media memberitakan Jokowi sebagai
pendukung berkembangnya mobil murah dalam negeri produksi ESEMKA. Keadaan ini
lebih diuntungkan lagi dengan posisi pemerintah pusat yang seakan berseberangan
dengan produksi mobil ini dengan munculnya tanggapan-tanggapan miring dari
petinggi negara tentang mobil ini pada saat itu. Keadaan seperti ini sepertinya
menjadi daya tarik tersendiri untuk media khususnya televisi untuk memblow-up
masalah seolah-olah menjadi hal yang kontroversial dan layak dibahas sebagai
suatu titik kelemahan pemerintah dan kelebihan Jokowi dalam memotivasi
tumbuhnya industry dan berkembangnya potensi dalam negeri.
ESEMKA
merupakan awal kebangkitan popularistas Jokowi. Bagaimana tidak sejak saat itu
Jokowi menjadi buah bibir dimana-mana. Perform dari satsiun ke stasiun menjadi
hari-hari Jokowi untuk melakukan promosi bagaimana dukungannya terhadap ESEMKA.
Nama Jokowi kemudian semakin berkibar dengan proses akan dilakukannya uji
kelayakan mobil ESEMKA walaupun akhirnya dinyatakan tidak lolos uji di balai
uji kendaraan di Tangerang. Kegagalan ini tidak membuat nama Jokowi memudar
dari publik begitu saja.
Jokowi
kembali menghebohkan dengan dianugerahkannya beliau sebagai salah satu walikota
terbaik dunia. Berita ini kembali mengangkat Jokowi lebih tinggi melayang di
udara Indonesia. Dari sini nama Jokowi terus mengudara dan berkibar
dimedia-media lokal dan nasional di seluruh Indonesia. Entah bagaimana
ceritanya, penulis tidak tahu apakah ini menjadi agenda setting media untuk mengangkat Jokowi atau terjadi secara alami.
Jokowi
kembali membahana pada saat pencalonan Gubernur Jakarta. Proses pencalonan
Gubernur Jakarta menjadi proses pemilukada yang paling heboh se-Indonesia.
Bagaimana tidak perang antar kubu calon seakan hampir setiap hari menghiasi
layar kaca lokal dan nasional. Tak hanya itu media sosial juga sama semaraknya
dalam memberitakan Jokowi yang akhirnya terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta
berpasangan dengan Basuki Rahmat.
Pemilihan
kepala daerah sebenarnya hal yang biasa terjadi di seluruh Indonesia. Semua
media memberitakan tentang proses pemilihan kepala daerah, namun tidak begitu
dekat dan bertubi-tubi berita yang disajikan. Selain itu, menurut pengamatan
penulis berita yang diangkat biasanya hanya sekilas tentang kegiatan di hari
pemberitaan disajikan. Namun Even setiap lima tahun sekali ini menjadi luar
biasa kali ini khusus DKI. Semua televise berlomba untuk mempublish berita
tentang Jokowi dan calon-calon lain yang menurut penulis kurang berimbang
(pendapat penulis) dalam pemberitaan. Pembaca boleh mengingat atau membuka
kembali berita-berita dan melakukan analisa terhadap berita-berita selama
proses pemilukada DKI, disana akan jelas bagaimana media begitu mengelu-elukan
Jokowi dalam setiap pemberitaan.
Kegiatan
media dalam pemberitaan Jokowi terkesan seakan media menginginkan Jokowi
terpilih sebagai gubernur DKI. Hal ini kembali menurut penulis, apa yang
dilakukan media pada saat itu hingga saat ini begitu jelas terlihat dimana
semua kegiatan begitu disorot baik pengalaman memimpin sebelumnya,
keberhasilan-keberhasilan yang dilakukan, gaya kepemimpinan yang begitu banyak
dibahas, serta prestasi kerja tentunya menjadi komoditi utama suksesnya peran
media mengangkat hal ini.
Peran
media tidak hanya sampai mengantarkan Jokowi pada Kursi DKI 1. Media terus
berlanjut pada publikasi setiap perjalanan Jokowi dalam memimpin Jakarta.
Setiap kegiatan disertai dengan media televise yang seakan tak berjarak dengan
pekerjaan sang gubernur. Prestasi Jokowi memang tak diragukan lagi, penulis
setuju beliau memang pantas untuk dipuja sebagai gubernur sejati yang bekerja
sepenuh hati untuk masyarakat. Namun, ekpose media yang seakan berlebihan yang
mengikuti dan memberitakan setiap pekerjaan yang dilakukan mengesankan me media
televise menjadi pemikat hati masyarakat
terhadap Jokowi yang seakan disetting sedemikian rupa. Padahal dibalik itu
semua Jokowi adalah manusia biasa yang membutuhkan waktu, bekerja tanpa
dibuntuti setiap detik oleh media televise dan tentunya memilki berbagai
kekurangan yang tentu tidak ingin terlihat ke publik.
Media
televise tidak salah dalam
memberitakan kiprah Jokowi dalam memimpin DKI. Ditengah kegerahan masayarakt
akan ketidak pastian ekonomi, hokum, minimnya perhatian pemerintah baik melalui
kebijakan yang pro-rakyat maupun perhatian langsung yang dirasakan masayarakat
Jakarta, kehadiran Jokowi member warna tersendiri dalam benak masyarakat.
Ephoria ini seakan menjadi anti klimaks terhadap gaya pemerintahan yang selama
ini dirasakan menjadi lebih terasa dengan kehadiran media yang memberikan
gambaran begitu nyatanya kepemimpinan Jokowi. Namun kembali lagi hokum
pemberitaan dimana berita yang disampaikan berulang-ulang akan menjadi suatu
kebenaran dan menjadi acuan di masyarakat. Kalau media mau jujur dalam
memberitakan, sebenarnya banyak kepala daerah lain, pemimpin yang lain yang
layak diberitakan sama dengan yang dilakukan pada Jokowi, namun kurang mendapat
porsi yang sama dimata media pertelevisian Indonesia sebutlah kiprah bapak
Yusuf Kalla, Fadhel Muhammad, Denni Indrayana, dan banyak yang lain yang tidak
dapat penulis sebutkan. Tetapi mungkin mereka terlalu bijaksana dan kalah
nyentrik untuk terlalu disorot media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar