Kita telah lama disini duduk bersenda
ria bersama. Saat panas terik, hujan angin, dan saat matahari terbit. Tak
banyak yang tau ketika kita seperti marmot-marmut kecil di kebun belakang. Berlari
bersembunyi dibalik dahan dahan kecil sayuran hanya takut pada tikus tanah
berwarna gelap. Tak banyak yang tahu juga, ketika kita elihat bintang saat
orangorang terlelap entah kemana. Bintang-bintang itu bintang kita, bintang
keabadian, yang hanya kita lihat saat fajar akan tiba, saat semua orang
menyembunyikan matanya. Tapi, itu dulu…
Dulu sekali, saat dunia masih hanya
milik beberapa orang. Saat kita hanya mengenal satu tanah, saat laut hanya yang
kita lihat, dan saat matahari hanya tahu kita saja. Sekarang berbeda. Kutahu matahari
kini tak se-setia dulu, matahari begitu liar. Ia tak hanya melihat kita, tapi
juga semuanya, dan bahkan ia berbagi sinarnya. Sekarang laut begitu banyak,
lebih mengagumkan, dan sekarang juga bintang-bintang itu menjauh. Seperti aku
yang terus menjauh darimu.
Ya, aku bahkan sudah lupa bagaimana
senyummu dulu. Senyum saat engkau tulus ataupun terpaksa. Aku juga lupa, berapa
lama aku telah pergi dan pergi lagi. Karena kau juga pernah pergi bukan, pergi
jauh dan jauh sekali dan memberi batas. Batas senyum yang hanya untuk
sekelilingmu, batas sapa yang hanya untuk yang kau lihat, dan batas do’a yang
hanya untuk yang kau sentuh, juga batas harap yang hanya untuk yang memelukmu
erat. Dan aku, pergi, pergi dan pergi. Jauh sekali, hingga aku lupa dimana,
kemana dan bagaimana untuk kembali. Walaupun pernah berharap untuk, tapi tidak…
karena pergiku untukmu, pergi menjauh dan tidak akan kembali. Karena seyogianya
yang pergi bukan untuk kembali dan yang telah pergi tak akan kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar